Sabtu, 18 Oktober 2014

Samudra Cinta

Deburan ombak tepi pantai malam itu, seperti sedang memberiku isyarat bahwa aku hanya terlihat layaknya sebongkah karang yang kesepian di tengah samudra nan deras, entah mencoba menahan derasnya terjangan ombak atau hanya terombang ambing. Begitulah benaku menafsirkan isyarat yang ombok berikan.
Sambil duduk di ujung bebatuan pantai, aku menghirup dan menghembuskan nafas, seolah tak ada lagi cara untuk mendamaikan jiwaku yang kering kesepian ini. Karena habis habisan ditipu oleh wanita wanita di luar sana, jadi saat ini aku memilih untuk sendiri.
“kang amir, sedang apa disitu malam malam begini?” sapa seorang wanita padaku dari belakng.
Aku yang tersentak kaget langsung menoleh dan menjawab “eeh… Gak apa apa kok, cuma nyari angin, kebetulan memang lagi ingin sendiri”
“tapi kan ini sudah larut malam, tidak baik duduk sendirian disitu.” ujarnya padaku menasehati.
Ternyata dia adalah neneng wanita yang dahulu pernah aku pacarin. Karena mungkin dulu aku terlena oleh wanita wanita lain aku jadi memutuskan hubungan denganya tanpa penjelasan yang masuk akal. Padahal dia gadis yang baik, anggun, dan sopan padaku, mungkinkah ini karma yang tuhan berikan padaku?, entahlah. Aku sudah lama melupakan kejadian tempo dulu tentangnya, tapi atas sapaanya tadi padaku mengingatkan ku pada perasaan yang pernah menyakitinya.
“ada apa atuh kang lihatin neng terus?” ia menyadarkanku dari lamunan tentangnya.
“hemm.. Gak papa kok neng.” jawabku terbata bata.
“kalau gitu, neng pulang dulu yah kang?” ia berpamitan sambil tersenyum manis.
“iya neng, sampai jumpa lagi.” balasku.
Ketika wanita itu pulang, tiba tiba perasaanku mulai kesepian lagi, seperti tumbuhan yang layu tanpa sinar matahari. Aku bahkan lupa meminta maaf atas kejadian masalaluku padanya.
Seminggu kemudian, lagi lagi aku melakukan hal yang sama, tapi kali ini aku lakukan sore menjelang petang. Seperti biasa aku duduk meratapi kesendirianku di atas bebatuan tinggi terjal yang menjorok ke lautan, ombak terlihat menerjang dinding tebing di bawahku.
Saat itu aku melihat tumbuhan yang sudah berbunga di tebing itu, ketika hendak memetik bunganya aku terpeleset jatuh.
Tak sadarkan diri beberapa saat membuatku terheran heran. Karena ternyata aku sekarang sudah ada di atas perahu yang bersandar di tepi pantai.
“kamu udah sadar yah kang?”
Aku menoleh ternyata itu neneng. Wanita yang telah mengingatkanku tentang masalalu.
“terimakasih neng.”
“untuk apa kang?”
“pertolonganya.”
“bukan neng, tadi aku lihat akang terdampar di pantai, jadi neng membaringkan akang disini.”
Sepertinya samudra yang membawa hatiku kembali pada nya.
“oh, jadi gitu yah.”
“ia kang.”
Beberapa saat keheningan menghampiri obrolan kami berdua, aku pun akhirnya angkat bicara.
“neng inget gak kejadian dulu?”
“neng selalu mengingatnya kang.”
“maafin akang yah neng?”
Aku seraya meminta maaf
“neng udah maafin akang, neng dari dulu udah menyerahkan cinta pertama eneng pada samudra, jadi eneng gak pernah takut apapun yang terjadi.”
“hmmm neng, akang mau ungkapin perasaan akang sama neng sekarang, terserah eneng akan bereaksi seperti apa akang terima.”
“silahkan kang.” sambil tersenyum.
“akang gak tau harus mulai dari mana, ketika neng ada di samping akang entah kenapa hati akang seolah udah jadi milik eneng, jadi akang cuma mau ngomong kalo…” sedikit terpotong.
Kalimat yang akan kulanjutkan langsung bertumburan oleh kalimatnya
“akang, jatuh cinta lagi sama eneng.”
“neng juga jatuh cinta lagi sama akang.”
Dua kalimat yang terucap secara bersamaan ditemani cahaya matahari yang mulai tenggelam, membuatku serasa menjadi karang di tepi pantai yang kuat dan semangat menyambut datangnya ombak.
Kami tersenyum atas kalimat yang kami ucapkan tadi.
“saat akang meninggalkan neng, neng selalu berdoa di tepi pantai, agar kang amir kembali ke hati neng lagi.” ujarnya sambil memeluku
“ia neng akang udah kembali.”
“saat neng melihat akang pada malam itu, neng udah yakin gak lama lagi samudra akan menyatukan neng dan akang lagi.” ujarnya.
Aku yang bahagia memahami penjelasanya, teringat akan senyum manisnya ketika ia berpamitan pulang pada malam itu.
Akhirnya kami pun menceburkan diri kelaut secara bersamaan sambil berpegangan tangan. Kisah ini seperti air, yang entah kemanapun ia pergi, ‘air akan selalu kembali ke samudra’.

0 komentar:

Posting Komentar