Dan pada akhirnya aku jatuh cinta pada kamu. Mendadak aku terperanjat
setelah pengakuan dirimu akan siapa mantanmu. Aku tidak
mempermasalahkan siapa dia, tetapi nama itu berhasil juga membuat aku
terperanjat dan mencekatkan kerongkonganku. Aku tak mempermasalahkan
masalalumu atau siapapun, karena masa lalu adalah milik kamu, dan aku
pun mempunyai masa lalu yang tak elaknya sama sepertimu (mungkin) lebih
parah dari pada kisahmu. Intuinsiku berbicara, tak semudah ini kamu
mencintaiku. ada apa sebenarnya ini? Aku memiliki peka yang tak bisa aku
pungkiri, terkadang firasatku melahirkan perkiraan yang terbukti benar.
“ya aku menginginkanmu karena aku ingin membalas dendam, aku memiliki
dendam yang teramat dalam. Mila merebut deden dariku, dan aku tau kamu
itu deket dengan mila, bahkan dia sempat menjadi pacarmu!, dan tanpa
kamu sadar Radya dan caca sahabat kamu dan juga sahabatku juga adalah
mata-mataku, mereka yang memperkenalkan aku denganmu, bukan karena ide
mereka, tapi semua karena pikiranku saat itu yang begitu mendendam, oh
iya, aku yang memaksa radya untuk mengajak kamu chat di inbox fb tempo
hari”. Pantas saja kamu tau tentang aku secara mendetail. batinku.
sepenggal kalimat yang membuatku terdiam cukup lama untuk memulihkan
keterjutanku. Aku akui, aku pun mempunyai rasa yang sama dengan kamu,
rasa saling memanfaatkan, aku akui itu. Kamu yang ingin membalas dendam
dan aku yang ingin move on. Dan kita saling memanfaatkan
Dan sekarang aku benar-benar mencintaimu, aku telah mengakui
kesalahanku yang telah menutupi kisahku yang terdahulu, tapi demi apapun
gak ada niat untuk melukaimu. Aku mencintaimu itu saja!!. Kamu pun
berlalu, membuang mukamu ketika aku berusaha untuk menjelaskan tepatnya
membela diri untuk kesekian kalinya aku berusaha untuk menutupi, bukan
untuk menutupi tapi melupakan kisahku yang telah berlalu, seakan-akan
aku adalah terdakwa, tak pernah benar semua yang aku utarakan, dan kamu
berlalu tanpa memandang diriku yang telah kau siram dengan beribu
hujatan. Sekali lagi aku diam, aku menunduk sesaat untuk menyesali
kelakuanku. Aku mengejarmu, lalu memelukmu dari belakang, dan tanpa kita
sadari kita telah terhanyut dalam buaian senja pantai itu, kamu
mendadak melunak, berbalik arah dan memelukku erat, “aku cinta kamu
yuyu, jangan pernah kamu menyembunyikan apapun dari aku!! Aku gak
suka!!! Dan sekali lagi kamu memelukku dengan erat, dan yang dapat aku
artikan dari pelukanmu adalah, jangan pernah pergi dariku, iya? semoga
saja iya. Yaaa! Aku yakin aku telah jatuh cinta. Kita telah jatuh cinta
bahkan melebihi dari rasa jatuh cinta. Dan saat itu aku meyakinkan aku
hanya untukmu, tidak ada lagi cinta yang rumit seperti sebelumnya
ataupun cinta yang seperti ini lagi, tidak ada lagi pengganggu, yang
sebelumnya mantanmu dan mantanku silih berganti membayangi di setiap
romansa kita, mereka hanya cemburu dengan kita, ya hanya sebatas
cemburu”.
“Aku gak setuju kamu pergi jauh dariku, dan gak akan pernah mengijinkan kamu untuk pergi, kamanapun itu, mengerti!, dan aku tidak menerima any reason!!! Cukup jelas kalimatku untuk ukuran sarjana sepertimu bukan?!! kalimatmu sungguh membuatku gagu, aku hanya menenangkanmu dalam pelukku, aku hanya ingin buatmu bahagia kia, untuk kedepanya kita, agar aku memiliki power di depan mata keluargamu, aku ingin membelikanmu sebuah rumah, bahkan mobil atau apapun itu. Aku akan dibelikan rumah oleh ayahku, setelah aku lulus kuliah, jadi kamu gak perlu khawatir”. Kamu melanjutkan pembicaraan di sela isak tangismu, “tapi kia, ak…” “jangan bicara lagi, atau kamu bisa memilih, kamu pergi atau kita udahan saja?, its simple kamu terlalu jauh dariku, dan aku gak suka, seminggu saja aku gak melihatmu sudah membuatku mati gila, apa lagi ini, 3 tahun? what the… ohhh god!!! Nonsence, aku gak setuju, apapun alasanmu!”, “walapun untuk membahagiakan kamu? Untuk masa depan kita?” Timpalku. “Sebelum menjadi masa depan, jika kamu pergi, AKU DAN KAMU SUDAH MENJADI MASA LALU!” Hardikmu tajam. Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam di sela isak tangismu yang menjadi-jadi. “Apa orangtuamu tau tentang aku ki? Apa mereka setuju kamu hidup denganku? Aku takut kehilngan kamu, aku takut kamu bakal dijodohkan seperti kakakmu Putri, aku takut kamu akan dijodohkan”, “AKU BISA MENOLAK ITU!!!! Aku sudah besar, aku tau caraku menentukan hidupku sendiri”, “tapi”, muachhh kamu mencium bibirku dengan mesra, kamu melunak. “kamu jangan khawatir sayang, aku hanya untukmu”, lalu kamu memelukku sangat erat, dan hujan deras mengiringi laku kita pada sore itu.
“Aku gak setuju kamu pergi jauh dariku, dan gak akan pernah mengijinkan kamu untuk pergi, kamanapun itu, mengerti!, dan aku tidak menerima any reason!!! Cukup jelas kalimatku untuk ukuran sarjana sepertimu bukan?!! kalimatmu sungguh membuatku gagu, aku hanya menenangkanmu dalam pelukku, aku hanya ingin buatmu bahagia kia, untuk kedepanya kita, agar aku memiliki power di depan mata keluargamu, aku ingin membelikanmu sebuah rumah, bahkan mobil atau apapun itu. Aku akan dibelikan rumah oleh ayahku, setelah aku lulus kuliah, jadi kamu gak perlu khawatir”. Kamu melanjutkan pembicaraan di sela isak tangismu, “tapi kia, ak…” “jangan bicara lagi, atau kamu bisa memilih, kamu pergi atau kita udahan saja?, its simple kamu terlalu jauh dariku, dan aku gak suka, seminggu saja aku gak melihatmu sudah membuatku mati gila, apa lagi ini, 3 tahun? what the… ohhh god!!! Nonsence, aku gak setuju, apapun alasanmu!”, “walapun untuk membahagiakan kamu? Untuk masa depan kita?” Timpalku. “Sebelum menjadi masa depan, jika kamu pergi, AKU DAN KAMU SUDAH MENJADI MASA LALU!” Hardikmu tajam. Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam di sela isak tangismu yang menjadi-jadi. “Apa orangtuamu tau tentang aku ki? Apa mereka setuju kamu hidup denganku? Aku takut kehilngan kamu, aku takut kamu bakal dijodohkan seperti kakakmu Putri, aku takut kamu akan dijodohkan”, “AKU BISA MENOLAK ITU!!!! Aku sudah besar, aku tau caraku menentukan hidupku sendiri”, “tapi”, muachhh kamu mencium bibirku dengan mesra, kamu melunak. “kamu jangan khawatir sayang, aku hanya untukmu”, lalu kamu memelukku sangat erat, dan hujan deras mengiringi laku kita pada sore itu.
Ini yang aku takutkan ki, perjodohan keparat itu berlangsung juga
kan?, kamu tidak mampu menatap mataku ketika kamu menyampaikan rencana
orangtuamu, kamu hanya bisa menangis dan terus menangis, apa ini karena
iman kita yang berbeda kita telah dijauhkan?, telah dipaksa menjauh? Apa
mereka tidak sadar, kita sudah sangat jauh, dan sekarang dipaksa harus
menjauh sejauh mungkin?, aku hanya bisa menahan sedih dan amarahku,
karena aku gak ingin terlihat lemah di matamu, aku ingin kuat disaat
kamu lemah, aku hanya bisa menghangatkanmu lewat pelukanku (untuk
terakhir kalinya). Menggandengmu untuk terakhir kalinya di senja itu
membuatku semakin yakin, ill be losing you,
Kamu tau, aku telah meninnglkan setengah hatiku di sebelah hatimu,
Apa kamu menyadarinya?
Apa kamu bisa merasakannya?
Aku memilih untuk menunduk, untuk tidak melihat kamu
Karena aku yakin, sekali lagi aku melihatmu,
Maka aku akan membawamu pergi bersamaku
Apa kamu menyadarinya?
Apa kamu bisa merasakannya?
Aku memilih untuk menunduk, untuk tidak melihat kamu
Karena aku yakin, sekali lagi aku melihatmu,
Maka aku akan membawamu pergi bersamaku
—
Aku masih seperti yang dulu, hanya saja sedikit lebih tertutup dan
masih suka dengan fotografi, traveling, dan duduk menyendiri di tepian
pantai, masih menikmati rutinitas seperti yang sudah-sudah, mengenang
kembali kekasih yang aku tinggal pergi, entahlah aku gamang saat itu.
Aku atau dia yang sebenarnya meninggalkanku, setahuku kita sama-sama
pergi.
Aku melihat seorang wanita dewasa duduk menyendiri di ujung sana,
terlihat melamun, tatapannya kosong, aku mendekatinya. “Apa yang kamu
lakukan disini?” lalu wanita itu menoleh menatapku. hening. “kemana saja
kamu? 15 tahun aku menunggumu disini, di setiap 22 September aku
menantimu!!”, matanya bersorot kerinduan yang teramat menyiksa, tubuhnya
lunglai lemas, kusam, bahkan lebih kurus tirus, seperti tidak terurus
lagi, akan tetapi masih tersiratkan kecantikan di antara sejuta raut
penantiannya. Aku memeluk wanita yang bernama kian yang pernah dulu
menjadi kekasihku (entah saat ini apa) tubuhnya pasrah rebah dalam
pelukanku, aku tersayat-sayat menyaksikan wajah kekasihku, dengan
gemetar bibirku berucap, “dimana suamimu kia?” “bodoh!!, aku tak pernah
menerima perjodohan itu”, tatapanmu memudar karena air mata sudah
berlomba-lomba turun, “aku menentang perjodohan itu!!, orangtuaku
akhirnya membatalkannya, dua bulan kemudian aku mencarimu ke Bali dan
kamu sudah tidak berada disana, di negeri ini, kamu pergi tanpa pamit,
tanpa apapun, kamu disappear, aku sendiri disini selalu menantimu di
setiap tahunnya, aku selalu disini memantimu yu, selalu, berharap di
sini aku bisa menemuimu lagi di taman kota jagatnatha ini, karena aku
mencintaimu dengan atau tanpa kamu minta, dan aku akan menunggumu sampai
kamu kembali”, dan saat itu air mataku menetes perlahan, maafkan aku
ki, aku meninggalkanmu dengan beban seberat ini, “aku pikir dengan
kepergianku, kamu tidak akan terbebani lagi, tidak akan ragu untuk
menerima pinangan perjodohan itu, kamu tau siapa yang menjadi jodohmu
itu? dia itu seorang dokter spesialis yang mapan dan juga menjadi
sahabat sewaktu aku sma, aku memutuskan mengiklaskan kamu dengan dia,
karena aku sadar siapa aku, karena aku bukan siapa-siapa, dan aku yakin
kamu bahagia dengan dia”, “sudah bicaranya, sudah? kamu kemana saja
selama ini?” “aku kerja ke jepang” jawabku “aku, aku, aku”, “cukup
yu!!,” “apa kamu menemukan penggantiku yu?” “Tidak” “kamu tidak akan
pernah tergantikan, oleh siapapun!” Kataku tegas, “lalu? Apa yang buat
kamu ragu?” “Tidak ada” sahutku, “ini” kamu menjulurkan sebuah kertas
lusuh
Kutitipkan seuntai rindu pada sang fajar,
ia selalu menepatinya,
kemudian ia menyempurnakan ketika
cahayanya ketika sang pecinta
menyambutnya di pertapaan timurnya
dengan sapaan embun pagi,
tak kiranya rumput hijau semakin jatuh cinta,
tak perlu warna, tak perlu warna, tak perlu menjadi apapun
untuk membuat rumput jatuh cinta pada embun, dan aku mengibaratkan embun itu adalah kamu
22 September 1999
ia selalu menepatinya,
kemudian ia menyempurnakan ketika
cahayanya ketika sang pecinta
menyambutnya di pertapaan timurnya
dengan sapaan embun pagi,
tak kiranya rumput hijau semakin jatuh cinta,
tak perlu warna, tak perlu warna, tak perlu menjadi apapun
untuk membuat rumput jatuh cinta pada embun, dan aku mengibaratkan embun itu adalah kamu
22 September 1999
“Coretan itu untuk kamu, 14 tahun silam ketika aku ingin mengabarkan
pembatalan perjodohanku, dan kembali dalam pelukanmu, ketika aku tak
mendapatkanmu aku menyimpannya untukkmu, aku bawa kemanapun aku pergi,
dan sekarang aku menemukanmu disini, jangan kamu tinggalkan aku lagi,
demi apapun itu!” Celotehmu lantang. Tak sampai hati aku melihat
penderitaanmu ki, tetapi aku masih ragu, bukan ragu karena aku tak
mencintaimu, cintaku dulu dan sekarang sama besarnya. Ada yang aku mau
sampaikan kepadamu, “maafkan aku kia, aku gak bisa bersama kamu lagi,
bukan karena ada seseorang, bukan karena aku tak cinta, tapi ini karena
sesuatu yang amat sangat tidak wajar, aku ingin mengecupmu, aku ingin
melakukan hal yang dulu pernah kita lakukan, tetapi ini sangat tidak
bisa aku lakuakan sampai kapanpun, maafkan aku ki, aku mengidap HIV
positif. Ketika aku memiliki harta yang cukup matang, aku tertimpa
musibah, aku menabrak orang dan orang yang aku tolong tersebut ternyata
mengidap AIDS aku terkena darahnya, dan 6 bulan lalu aku dinyatakan HIV
positif. Maafkan aku kia, aku mencintaimu, tapi lagi-lagi aku tak bisa
memilikimu. Maafkan aku kia, aku sungguh gak bisa hidup denganmu, kamu
tau kondisiku kan? Aku seorang odha, dan aku tak pantas lagi dengan
siapapun”, “sudah yu, kamu jangan bicara lagi, cukuuuuuppp!!!” Teriakmu,
“aku mencintaimu, walaupun kamu menjadi debu!!! mengerti bodoh? Aku
mencintaimu sungguh, seperti apapun kamu, aku akan di sisimu, karena aku
telah berjanji pada diriku sendiri, jika aku menemukanmu lagi, aku
ingin bersamamu, karena aku yakin kamu masih mencintaiku, dan tanpa kamu
sadar, aku telah titipkan sebagian hatiku di dalam hatimu, dan yang
harus kamu tau yu, mencintai itu adalah seperti fajar, yang selalu setia
kepada waktu dan seperti embun yang tidak perlu aroma ataupun warna
untuk membuat rumput setia mencintainya, dan seperti aku yang gak akan
meninggalkanmu, meskipun kamu seperti ini”, lalu aku memeluk kekasihku,
“maafkan aku sayang, aku sudah tidak pantas untukmu”. batinku.
3 bulan kemudian 10 desember 2012
Maaf, aku harus pergi ki,
Bukan karena aku tidak mencintaimu,tapi karena aku teramat mencintaimu, love you
yuyu
Bukan karena aku tidak mencintaimu,tapi karena aku teramat mencintaimu, love you
yuyu
0 komentar:
Posting Komentar