“pak ni minum dulu” aku menyodorkan minum untuk bapaknya yang sedang
asik meremukan kaleng-kaleng bekas yang kami cari. Bapak menerima
minuman yang ku sodorkan tanpa berkata-kata. Mungkin karena bapak sedang
lelah jadi dia tidak terlalu meresponku pikirku dalam hati.
Inilah pekerjaanku dan ayahku untuk menyambung hidup kami. Terpaksa
pekerjaan ini yang harus kami jalani setelah ayah diPHK dari perusaanya
dan ditambah lagi harta kami habis untuk pengobatan ibuku yang sedang
sakit keras. Dan imbasnya aku pun juga harus putus sekolah karena bapak
tidak sanggup lagi membayar uang sekolahku. Namun aku tidak kecewa
karena aku tahu pasti tuhan memiliki rencana yang indah dibalik
kejatuhan kami dan cita-citaku juga tidak terlalu tinggi aku hanya ingin
menjadi seorang pemain sepak bola.
Setelah lama beristirahat bapak mengajakku untuk melanjutkan mencari
ujung tombak penyambung hidup kami. Tapi aku tidak merespon kareena
perhatianku tertuju melihat anak-anak yang sedang asik bermain bola di
lapangan yang ada di hadapan kami. Melihat aku yang termenung bapak pun
memukul pundakku sambil bertanya padaku “kamu ingin bermain bola nak?,
main saja sana biar bapak yang melanjutkan pekerjaan ini” kata bapak
sambil merangkul pundakku. Aku sangat kegirangan bukan main karena aku
di izinkan bapak “aku janji pak bakal pulang malam-malam” teriakku
sambil berlari kelapangan untuk menghampiri orang-orang yang sedang
bermain tersebut.
Sesampainya di tengah lapangan semua orang yang ada di sana terdiam
sejenak melihat kehadiran ku dan mereka melihat dengan seksama dari
ujung kaki sampai ujung kepalaku. Mungkin mereka heran melihat pakaianku
yang compang-camping. Awalnya aku merasa takut melihat pandangan mereka
kepadaku namun, aku beranikan diri untuk memperkenalkan diri dan
meminta mereka untuk mengizinkan aku bergabung dengan mereka. Tapi
ternayata yang ku pikirkan berbanding terbalik dengan yang kelihatan.
Mereka sangat ramah terhadapku dan mereka pun menyalamiku sambil
memperkenalkan diri mereka masing-masing. Namun tiba-tiba seorang anak
menghampiriku “Eh gembel, mendingan lu pergi dari sini, orang kayak lo
gak pantas gabung sama kita-kita” mendengar perkataan itu aku tertunduk
leseh tapi untunglah temanku yang lain berpihak kepadaku dan salah satu
dari mereka membisikan sesuatu Doni namanya “sudahlah, jangan masukan ke
hati omongan rio dia memang agak sombong. mungkin karena dia baru-baru
ini diterima masuk timnas. Kamu boleh kok gabung sama kita-kita” melihat
perbincangan kami yang terlalu lama rio kembali membentaku dan dia
memberiku tantanga jugling mengitari satu lapangan dan jika aku menang
barulah aku boleh bergabung dengan mereka. Awalnya aku hanya terdiam
namun melihat teman-temanku yang lain terus memotivasiku semangatku jadi
meningkat kembali dan aku pun menerima tantangan Rio.
Saat pertandingan kami sedang berlangsung tiba-tiba Rio terjatuh
meringis kesakitan mungkin karena permukaan lapangan yang tidak stabil
membuat dia terjatuh. Aku dan teman-temanku pun berlari menghampiri rio.
Aku yang bermaksud membantu dia namun rio malah membentak dan
mendorongku “Eh gembel, jangan dekat-dekatin tangan lo sama gue ntar gue
malah terkena bakteri-bakteri yang ada di tangan lo lagi” mendengar rio
yang berkata seperti itu teman-temanya pun menjadi emosi namun aku
berusaha meredakan amarah mereka dan meminta mereka menggotong Rio ke
pinggir lapangan.
Setelah menggotong rio ke luar lapangan kami pun bermain bola setelah
sekitar 1 jam lama bermain kami pun beristirahat. Saat beristirahat
teman-teman baruku banyak yang menanyakan tentang kehidupanku dan juga
memuji permainanku. Aku hanya bisa tersenyum merespon pujian mereka.
Melihat teman-temanku yang terus memujiku tiba-tiba rio berteriak “udah
lah, ngapain kalian muji anak gembel ini mendingan dia muji gue yang
jelas sudah menjadi pemain timnas” dengan sombongnya.
Mendengar perkataan itu teman-temanya mengajakku untuk pulang
meninggalka rio. Melihat teman-temanya meninggalkannya rio berteriak
agar mereka kembali namun satu orang pun tidak menghiraukan teriakan
dia. Dalam perjalana pulang kami saling bercanda gurau satu dengan yang
lainya dan banyak membahas tentang kesombongan rio.
Setelah sampai di perempatan kami pun berpisah karena rumah mereka
berlawanan arah dengan gubuk ku. Sebelum kami berpisah mereka
menyalamiku dan meminta aku datang kembali esok hari. Aku menyaggupi
permintaan mereka setelah sampai di rumah aku memberi salam pada kedua
orangtuaku dan bergegas untuk mandi. menghampiri bapaku dan memberikan
kopi yang ku buat bapakku pun menanyakan bagaimana respon mereka
denganku. Aku menceritakan semua yang aku alami bersama mereka tadi
termasuk rio yang membenciku.
Sedang asik berbicara aku melihat bapak serius melihatku setelah ku
perhatikan dengan baik ternyata bapak melihat kakiku yang luka-luka
karena memang aku tidak mempunyai sepatu untuk berrmain dan aku pun tadi
bermain dengan kaki ayam. Ayah pun memelukku “maafkan bapak ya nak,
bapak belum bisa membelikan sepatu bola untukmu. bapak memang ayah yang
tidak bisa kamu andalkan…” melihat bapak yang berkata seperti itu aku
langsung memotong pembicaraan bapak “tidak apa-apa pak, sepatu bola itu
bukan menjadi kebutuhanku. Toh… tanpa sepatu bola aku masih bisa
bermain. Yang terpenting sekarang hanyalah kesembuhan ibu” mendengar
perkataan aku bapak kembali memelukku sambil mencium keningku.
Aku coba meminta izin agar aku diperbolehakan berlatih bola dan hanya
membantu dia hanya setengah hari. ternyata bapak mengizinkan ku aku pun
bersorak kegirangan sampai-sampai ibu terbangun dari tidurnya karena
mendengar suara ku yang terlalu keras.
Keesokan paginya aku kembali membantu bapak mencari kaleng-kaleng
bekas dan saat jam 2 aku berpamitan kepada bapak untuk bermain bola ke
lapangan. Begitulah kegiatan rutinku selama sebulan ini.
Saat kami sedang beristirahat fahrid menegurku “besok kamu ikut kami
pergi ya” “kemana” tanyaku kebinggungan. “kami telah mendaftarkan mu
untuk seleksi timnas tahap 2 besok” jawabnya dengan lugas. Aku hanya
temenung sepatu gak punya bagaimana bisa ikut seleksi fikirku dalam
hati. Melihat aku yang termenung fahrid menyadarkanku dan bertanya yang
sedang aku fikirkan. Aku pun menceritakan semua kendalaku kepada mereka
tiba-tiba dengan serentak mereka menyodorkan sepatu mereka kehadapanku.
”Terima kasih kawan” kataku kepada mereka semua.
Setelah ku coba satu persatu sepatu mereka tidak ada satu pun sepatu
mereka yang muat ke kakiku. Aku pun hanya bisa tertunduk lesu fahrid
merangkul pundaku dan mencoba menghiiburku. “mungkin belum saatnya aku
masuk dalam timnas kawan, terima kasih ya atas dukungan kalian” kataku
dengan penuh ketegaran. “mau ada sepatu pun mana mungkin anak gembel ini
bisa masuk timnas kayak gue” melihat perkataan rio yang seperti itu
teman-temanya pun terbakar emosi dan kali ini aku tidak mampu meredam
amarah mereka. ”Wei rio, jangan sombong lu, mulut lu bisa jadi senjata
pembunuh lu ntar. kami yakin besok dia bakal bisa ikut seleksi walaupun
tanpa sepatu” bentakan fahrid kepada rio. Mereka pun mengajak aku
meninggalkan rio.
Saat di perjalanan pulang teman-temanku pun terus menyemangatiku dan
memintaku tetap untuk datang menghadiri seleksi jam 9 pagi besok. Aku
memaksakan untuk tersenyum untuk menghargai semangat yang mereka berikan
padaku. Saat di persimpangan kami pun berpisah tapi kali ini aku tidak
langsung pulang. Aku duduk di atas kursi batu yang ada di tepi jalan
tersebut sambil merenung. ”Ya tuhan, apakan engkau memang tidak
mengiziinkan ku untuk mengikuti seleksi tersebut, tapi mengapa tuhan…”
sambil aku bersungut-sungut. Tiba-tiba perhatianku tertuju kepada rio
dia tidak sadar bahwa ia telah berjalan terlalu ke tengah dan ada mobil
di belakangnya.
Tanpa fikir panjang lagi aku langsung menghidupkan mesin kudaku dan
berlari sekencang mungkin ke arah rio dan aku pun langsung mendorong dia
dan tabrakan pun dapat dihindarkan. Melihat kejadian tersebu sontak rio
langsung terkejut dan terdiam sejenak. Tiba-tiba rio memelukku dan
meminta maaf atas semua perbuatannya kepadaku. ”Tidak apa rio sebelum lu
minta maaf gue udah maafin lu kok”. Rio langsung menyodorkan sepatunya
kepada ku aku pun sontak tidak percaya “serius ni rio, lu gak becanda
kan?” tanyaku tidak percaya. “udah lu coba dulu, pasti muat buat lu tuh
sepatu”. Aku pun langsung mencobanya dan ternyata benar sepatu itu muat
di kakiku. Aku langsung bersorak kegirangan dan masih tidak percaya “lu
harus janji ya sama gue, kita berdua harus masuk skuat utama dan membawa
nama indonesia ke mata dunia”. Aku tersenyum kepadanya dan berlari
meninggalkan rio untuk memberitahukan berita ini kepada orangtuaku.
Dengan nafas terengah-engah aku memberitahukan hal yang
menggembirakan ini. “kenapa kamu nak, seperti habis dikejar anjing saja,
tenangkan dirimu dan katakan apa yang terjadi” bapak terkejut
melihatku. Aku mengambil minum dan membicarakan apa yang telah terjadi.
“Ini kesempatan yang bagus untuk mewujudkan mimpimu. Berikan penampilan
terbaikmu nak, jangan kecewakan orangtuamu apalagi teman-temanmu yang
sangat mensupport kamu”. Aku berjanji pak jawabku dengan penuh
keyakinan.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali aku berpamitan kepada orangtuaku
untuk pergi ke lapangan aku tidak membantu bapak karena seleksi dimulai
jam 9 pagi. Setelah sampai di lapangan semua temanku heran karena aku
memakai sepatu pemberian rio. Kami hanya bisa tersenyum melihat
kebinggungan mereka. “sudahlah, mari kita pergi nanti terlambat lagi”
potongku yang masih melihat kebinggungan mereka. Sesampainya di stadion
GBK sebelum masuk untuk seleksi. kami berdoa bersama agar semuanya
berjalan dengan baik.
2 hari kemudian kami kembali ke stadion untuk menghadiri penggumuman
siapa saja yang akan masuk dalam skuat timnaas. Dan kali ini aku
mengajak bapaku setelah lama menunggu akhirnya tibalah saat-saat yang
mendebarkan penggumuman nama-nama pun dibacakan betapa girangnya kami
ketika mendengar nama aku dan rio masuk dalam skuat timnas indonesia.
“ini baru awal, perjalanan masih panjang, ingatlah anak-anak saat
kalian menjadi orang yang besar nanti jangan melupakan orang-orang yang
telah mensupport kalian menjadi orang sebesar ini”. Bapak memberi
nasehat kepada kami. Dan perjalanaku dalam timnas indonesia pun dimulai
aku dan rio menjadi ujung tombak kemenangan indonesia. Dan pada akhirnya
impian masyarakat indonesia untuk melihat garuda berlaga di piala dunia
pun terwujudkan dan berkat pencapaian ini aku dan rio dikontrak salah
satu tim besar di liga inggris.
Sekarang kehidupanku berubah 360 derajat. Gubukku sekarang sudah
menjadi istana yang sangat megah aku juga bisa membiayai pengobatan
ibuku hingga sembuh intinya kehidupaanku sekarang sudah lebih dari
berkecukupan sampai sekarang pun aku menganggap ini masih seperti mimpi
seorang anak pemulung bisa menjadi bintang dunia.
0 komentar:
Posting Komentar